Senin, 23 November 2009

THE POWER OF MANAJEMEN KEPEPET And How To Use It…(3)


Oleh : Darmawan D. Saptono

“Orang - orang yang kepepet dan mampu untuk memodifikasi keterpepetannya akan menemukan aneka keindahan di dalam hidupnya.”


Sistematis Manajemen Kepepet

Manajemen Kepepet umumnya adalah salah satu alternatif solusi jangka pendek terhadap sebuah permasalahan yang sudah terakumulasi sekian lama dan tidak segera diselesaikan, dan biasanya hasil dari aplikasi gagasan tersebut akan berdampak pada lahirnya masalah baru – terlepas apakah masalah baru tersebut terbilang kecil ataupun lebih besar lagi dibandingkan masalah intinya.

Tetapi dalam masyarakat kita Manajemen Kepepet sudah menjadi sebuah Budaya yang sulit dilepas dari kehidupan sehari-hari masyarakat kita, baik dalam kehidupan sosial - ekonomi, maupun politik. Sehingga terkesan menghalalkan segala cara agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Dalam hidup dan kehidupan, masalah pastilah selalu ada. Namun tak ada persoalan yang tak mungkin diatasi. Dan kita sebagai manusia memegang peran kunci dalam mengatasi suatu masalah.

Manajemen Kepepet tidak selamanya negatif, tergantung dari kebiasaan serta kasusnya. Hanya saja pada umumnya Manajemen Kepepet lebih sering digunakan pada masyarakat tanpa disadari oleh si pelaku itu sendiri. Hal ini merupakan cerminan dari budaya masyarakat kita, yaitu suka mengulur-ulur waktu dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul. Hal ini bisa sangat jadi berbahaya karena umumnya dalam pelaksanaannya akan menimbulkan dampak, yang bisa jadi akan menjadi masalah berikutnya dan akan demikian seterusnya. Tetapi Manajemen Kepepet dapat menjadi positif apabila si pelakunya mengaplikasikannya dengan terencana atau sistematis. Tetapi pada intinya semua pelaku Manajemen Kepepet adalah orang-orang yang kreatif, dan terlepas apakah menjadi negatif atau positif harus ditinjau dari kasus atau permasalahannya.

Perbedaan aplikasi yang berdampak negatif dan aplikasi yang berdampak posistif dapat dipahami dari ilustrasi sebagai berikut :
Aplikasi yang Negatif : seseorang yang dalam keadaan menganggur padahal ia memiliki keluarga yang harus dinafkahi. Biasanya pada awal-awalnya dia tidak melakukan aksi yang maksimal hingga pada akhirnya terjepit dengan situasi yang sudah sangat kritis, dan mau tidak mau dia akan memaksa otaknya untuk minimal mencari jalan keluar untuk hari ini dan besok. Dia akan berpikir menggunakan analisa S.W.O.T : ”Strength – Weakness – Opportunity and Threat”. Analisa Strength (kekuatan), dia akan melakukan entry data siapa-siapa saja temannya yang dirasa bisa dan mau membantu dia misalnya dalm hal meminjamkan uang. Analisa Weakness (kelemahan), dia akan berfikir bagaimana kompensasi ke teman tersebut padahal dia dalam keadaan tidak memiliki kemampuan. Analisa Opportunity (kesempatan) dan Threat (ancaman), dia merasa memiliki peluang dibantu karena sebelumnya dia tidak pernah ada sangkutan ke teman yang bersangkutan dan ancamannya jika tidak mampu mengembalikan uang tersebut berarti dia tidak akan pernah dipercaya dalam hal promise atau janji. Maka untuk mengantisipasi hal tersebut dia akan kembali ke siklus awal, yaitu mengurut siapa lagi teman lainnya yang dapat dimintai bantuan untuk menutup hutang yang pertama. Dan umumnya dia akan terjebak dalam siklus tersebut sampai pada satu titik dimana permasalahan akan menjadi bertambah besar.
Sebaliknya dalam aplikasi yang positif, dia akan berfikir melalui sebuah proses yang berbeda. Walaupun sama-sama menggunakan analisa yang sama yaitu S.W.O.T tetapi dia akan menambahkan dengan fungsi manajemen yang berlaku seperti P.O.A.C : ”Planning – Organizing – Actuating – Controlling”. Misalkan pada kasus yang sama diatas, bagi yang berjiwa kreatif mungkin dana yang diperoleh dari temannya tersebut sebagian akan dijadikan modal awal untuk berusaha minimal transportasi (jika dana yang dipinjam terbilang kecil). Dia akan mengawali berpikir dengan Planing (perencanaan), apa usaha yang kira-kira mampu dilakukan dengan modal yang kecil tersebut atau bahkan tanpa modal. Mungkin hampir tidak mungkin bagi sebagian orang, tetapi bagi pelaku yang kreatif dia akan memilih jenis usaha dengan sistem konsinyasi. Setelah diputuskan jenis usahanya, dia akan melaksanakan fungsi Organizing (pengorganisasian), Usaha yang menggunakan sistem konsinyasi banyak ragamnya dan tergantung dari ketrampilan si pelaku dalam me lobby si pemilik barang/pemilik usaha, dan ketrampilan dalam menawarkan produk yang dibawanya kepada konsumen. Setelah dirasa siap maka dia akan masuk ke dalam tahap Actuating (Pelaksanaan), inilah yang disebut tahap tersulit dan membutuhkan keberanian serta keyakinan dalam melaksanakannya. Banyak orang mau memiliki usaha tapi takut untuk memulai, padahal inti dari Manajemen Kepepet ataupun Manajemen lainnya adalah ACTION. Setelah tahapan-tahapan tersebut telah dijalani, si pelaku harus memasuki fungsi Controling (pengawasan/evaluasi), apakah hari ini usaha bisa terbilang berjalan lancar atau sebaliknya.

Intinya dalam Manajemen Kepepet adalah kita mampu meng-explore semua potensi yang ada dalam diri kita ataupun lingkungan sekitar kita secara kreatif untuk menjadi kekuatan kita dalam memecahkan suatu permasalahan kita. Dan semua itu tak lepas dari untuk dapat menemukan bakat dan potensi unik yang ada dalam diri kita tidaklah mudah. Perlu usaha dan ACTION yang ekstra luar biasa agar potensi - potensi tersebut dapat dideteksi, diasah, untuk kemudian dilejitkan.

Me-manage¬¬ keadaan kepepet-pun diajarkan oleh Islam yaitu dengan tawakkal. Tawakkal, yaitu menyerahkan semua urusan kepada ALLAH. Menyerahkan urusan ini juga tidak semata-mata menyerahkan tanpa keimanan dan usaha yang kuat. Karena pada dasarnya, tawakkal itu adalah mewakilkan. Jadi setelah kita merasa sudah maksimal beruaha dengan kekuatan lahir kita, lalu kita meminta/memohon kepada Allah agar semua urusan kita tersebut finishing-nya di urus oleh Allah. Dan tidak mungkin kita akan menyerahkan urusan hidup dalam kehidupan ini kepada ’sesuatu’ yang kita ragukan kemampuannya. Walhasil bila hasil dari urusan itu tidak sesuai dengan harapan kita sebelumnya, maka hendaklah kita tidak mengutuk diri sendiri ataupun orang lain. Tetapi menerimanya dengan hati dan pikiran yang jernih lalu mengolahnya lagi sebaik mungkin, dan itulah yang disebut orang-orang bertawakkal.
Sekali lagi kita harus yakini, kepepet bukanlah sebuah musibah melainkan sebuah moment yang indah jika kita bisa mengatur dan mencari titik terang dari keadaan kepepet tersebut.

Keterpurukan yang 'dilarikan' ke produktivitas sungguh dapat membuahkan karya yang luar biasa dan tentunya bisa digunakan kembali untuk menolong orang - orang yang membutuhkan. Dan tentunya kita tidak perlu menunggu untuk mengalami keterpurukan dahulu atau kepepet dulu untuk menghasilkan suatu karya.
Namun pelajaran terbesarnya adalah bahwa manusia benar-benar makhluk yang luar biasa. Setiap potensi yang ada dalam diri -- termasuk rasa kepepet ini -- dapat menjadi sebuah kekuatan yang dapat memungkinkan apa-apa yang tidak mungkin menjadi mungkin. Karena setiap ketidakmungkinan adalah jalan lebar untuk mewujudkannya menjadi mungkin jika disikapi secara positif.

Itulah The Power of Manajemen Kepepet.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.